images

Apa Saja Sih Perubahan Pada Peraturan Terbaru Bupot PPh 21/26?

Bukti potong PPh 21 adalah bukti pemotongan pajak penghasilan yang dibuat pemberi kerja untuk karyawan/pegawai berupa Formulir 1721. Bentuk bukti potong PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yakni Formulir 1721-A1 untuk karyawan swasta, dan Formulir 1721-A2 untuk pegawai negeri. Bukti potong PPh 21 adalah dokumen yang berisi tentang bukti pemotongan pajak atas penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 21, seperti penghasilan atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. PPh Pasal 21 sendiri akan selalu berkaitan dengan PPh Pasal 26 dalam hal pajak penghasilan wajib pajak pribadi karyawan / pegawai maupun pekerja bebas. Bedanya, PPh 26 adalah pajak yang dikenakan pada WP Pribadi pekerja asing atau warga negara asing penerima penghasilan di Indonesia. Merujuk Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan, pemotong PPh harus membuat bukti potong PPh 21 atas pemotongan pajak yang dilakukan.

Pada bulan Januari 2024 ini, DJP baru saja menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Penghasilan, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26. Secara singkatnya, peraturan ini membahas ketentuan terbaru dalam penerbitan bukti potong PPh 21/26 serta pelaporan SPT Masa PPh 21/26. Perubahan baru dalam peraturan ini meliputi:

  • Penambahan bukti potong PPh 21 bulanan berupa formulir 1721-VIII. Isi formulir tersebut di antaranya kode objek pajak, jumlah penghasilan bruto, dasar pengenaan pajak, tarif lebih tinggi 20% karena tidak ber-NPWP, dan PPh dipotong.
  • Penambahan komponen zakat sebagai pengurang dalam bukti potong PPh 21 tahunan (formulir 1721-A1).
  • Kewajiban menggunakan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik untuk pemotong pajak tertentu.
  • Kewajiban menerbitkan bukti potong PPh 21/26 dan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan dokumen elektronik untuk pemotong pajak tertentu.
  • Kewajiban menggunakan e-Bupot 21/26 per masa pajak Januari 2024, baik yang dirilis oleh DJP maupun oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP.

Berdasarkan peraturan terbaru, pemotong pajak wajib membuat, memberikan, dan melaporkan bukti potong PPh 21/26 yang terdiri dari:

  • Bukti potong PPh 21 tidak final atau PPh 26 berupa formulir 1721-VI, diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
  • Bukti potong PPh 21 final berupa formulir 1721-VII, diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
  • Bukti potong PPh 21 bulanan berupa formulir 1721-VIII, diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
  • Bukti potong PPh 21 tahunan bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang pensiun berkala berupa formulir 1721-A1, diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.

Nah, SPT Masa PPh 21/26 juga terdapat perubahan lho taxas! SPT Masa PPh 21/26 yang terbaru terdiri dari :

  • Induk SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala – (Formulir 1721- I).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Tidak Bersifat Final dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721-II).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Bersifat Final – (Formulir 1721-III.
  • Daftar Surat Setoran Pajak dan/atau Bukti Pemindahbukuan untuk Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721-IV).
  • Daftar Biaya – (Formulir 1721-V).
Tags: No tags

Comments are closed.