Value added tax system abstract concept vector illustration. VAT number validation, global taxation control, consumption tax system, added value, retail good purchase total cost abstract metaphor.

Yuk, Mengenal PKP! Fungsi dan Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Status wajib pajak sebagai PKP atau Pengusaha Kena Pajak sangatlah penting, terlebih bagi wajib pajak yang melakukan atau menjalankan suatu usaha. Wajib pajak dengan status sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat mendapatkan hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang bisa digunakan.

PKP didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN & PPnBM) sebagai wajib pajak perorangan atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Hal ini tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan, kecuali apabila pengusaha kecil tersebut mengajukan pengukuhan menjadi PKP.

Penyerahan BKP dan JKP telah didefinisikan dalam Pasal 1 dan 1A UU PPN & PPnBM sebagai berikut:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) adalah setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak, dan yang termasuk penyerahan BKP diantaranya:
  2. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
  3. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  4. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  5. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
  6. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  7. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan.atau penyerahan BKP antar cabang;
  8. Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
  9. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip Syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
  10. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak.

Kemudian berdasarkan Pasal 8A UU PPN & PPnBM, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.

Pengukuhan PKP

Pengusaha Kena Pajak sangat erat kaitannya dengan transaksi yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Setelah dikukuhkan sebagai PKP, wajib pajak akan mendapatkan beberapa hak dan kewajiban yang tidak dimiliki ketika belum memiliki status PKP.

Berikut merupakan jenis-jenis kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak yang sudah dikukuhkan sebagai PKP:

  • Melakukan pemungutan PPN dan PPnBM yang terutang;
  • Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar ketika pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan PPnBM terutang; dan
  • Melaporkan PPN dan PPnBM yang masih terutang.

Selain beberapa kewajiban tersebut, PKP juga berhak untuk mendapatkan beberapa hak yang dapat menjadi keuntungan. Atas beberapa keuntungan inilah banyak wajib pajak yang ingin dikukuhkan atau mengajukan diri menjadi PKP. Berikut keuntungan bagi wajib pajak dengan status PKP:

  1. Dianggap telah memiliki system yang sudah baik, legal secara hukum, dan telah tertib membayar pajak.
  2. Dianggap lebih kredibel, sehingga dapat berpengaruh terhadap proses menjalin kerja sama dengan perusahan lain yang juga dianggap memiliki kredibilitas.
  3. Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan Pemerintah dan dapat mengikuti kegiatan lelang yang dilakukan oleh Pemerintah.
  4. Pola produksi dan investasi menjadi semakin baik, karena beban produksi dan investasi BKP/JKP dapat dibebankan kepada konsumen akhir.

Pembahasan mengenai Pengusaha Kena Pajak tidak berhenti sampai disini saja. Selain mendapatkan hak dan kewajiban khusus setelah dikukuhkan, status PKP juga memberikan konsekuensi kepada wajib pajak yang telah dikukuhkan. Berikut ada konsekuensi menjadi Pengusaha Kena Pajak:

  • Semakin besarnya pajak yang harus dibayarkan yang seiring dengan semakin luasnya kewajiban pajak yang menjadi tanggungannya.
  • Mengurangi daya saing usaha karena harga jual yang otomatis meningkat, yang disebabkan oleh adanya pemungutan PPN dari lawan transaksi BKP dan/atau JKP.

Syarat pengukuhan PKP

Setelah mengetahui hak, kewajiban, dan konsekuensi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, poin pembahasan selanjutnya adalah bagaimana dan syarat pengajuan pengukuhan PKP. Syarat pengajuan status PKP adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki omzet mencapai Rp4.800.000.000 dalam satu tahun buku. Pengusaha atau wajib pajak yang ingin mengajukan status PKP tetapi omzetnya belum mencapai ketentuan tersebut, diizinkan dengan tetap memahami semua konsekuensinya.
  2. Dapat melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP di daerah terdaftar.
  3. Memenuhi syarat berkas dan kelengkapan dokumen pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.

Begitulah hak, kewajiban, konsekuensi, hingga syarat pengukuhan wajib pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak. Status tertentu yang dimiliki di dunia perpajakan memang selalu memiliki keuntungan dan kerugian. Namun, wajib pajak tetap harus cermat dalam mengambil keuntungan dan menerima konsekuensi dari tiap keputusan perpajakan yang diambil.

Status wajib pajak sebagai PKP atau Pengusaha Kena Pajak sangatlah penting, terlebih bagi wajib pajak yang melakukan atau menjalankan suatu usaha. Wajib pajak dengan status sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat mendapatkan hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang bisa digunakan.

PKP didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN & PPnBM) sebagai wajib pajak perorangan atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Hal ini tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan, kecuali apabila pengusaha kecil tersebut mengajukan pengukuhan menjadi PKP.

Penyerahan BKP dan JKP telah didefinisikan dalam Pasal 1 dan 1A UU PPN & PPnBM sebagai berikut:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) adalah setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak, dan yang termasuk penyerahan BKP diantaranya:
  2. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
  3. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  4. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  5. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
  6. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  7. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan.atau penyerahan BKP antar cabang;
  8. Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
  9. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip Syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
  10. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak.

Kemudian berdasarkan Pasal 8A UU PPN & PPnBM, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.

Pengukuhan PKP

Pengusaha Kena Pajak sangat erat kaitannya dengan transaksi yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Setelah dikukuhkan sebagai PKP, wajib pajak akan mendapatkan beberapa hak dan kewajiban yang tidak dimiliki ketika belum memiliki status PKP.

Berikut merupakan jenis-jenis kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak yang sudah dikukuhkan sebagai PKP:

  • Melakukan pemungutan PPN dan PPnBM yang terutang;
  • Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar ketika pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan PPnBM terutang; dan
  • Melaporkan PPN dan PPnBM yang masih terutang.

Selain beberapa kewajiban tersebut, PKP juga berhak untuk mendapatkan beberapa hak yang dapat menjadi keuntungan. Atas beberapa keuntungan inilah banyak wajib pajak yang ingin dikukuhkan atau mengajukan diri menjadi PKP. Berikut keuntungan bagi wajib pajak dengan status PKP:

  1. Dianggap telah memiliki system yang sudah baik, legal secara hukum, dan telah tertib membayar pajak.
  2. Dianggap lebih kredibel, sehingga dapat berpengaruh terhadap proses menjalin kerja sama dengan perusahan lain yang juga dianggap memiliki kredibilitas.
  3. Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan Pemerintah dan dapat mengikuti kegiatan lelang yang dilakukan oleh Pemerintah.
  4. Pola produksi dan investasi menjadi semakin baik, karena beban produksi dan investasi BKP/JKP dapat dibebankan kepada konsumen akhir.

Pembahasan mengenai Pengusaha Kena Pajak tidak berhenti sampai disini saja. Selain mendapatkan hak dan kewajiban khusus setelah dikukuhkan, status PKP juga memberikan konsekuensi kepada wajib pajak yang telah dikukuhkan. Berikut ada konsekuensi menjadi Pengusaha Kena Pajak:

  • Semakin besarnya pajak yang harus dibayarkan yang seiring dengan semakin luasnya kewajiban pajak yang menjadi tanggungannya.
  • Mengurangi daya saing usaha karena harga jual yang otomatis meningkat, yang disebabkan oleh adanya pemungutan PPN dari lawan transaksi BKP dan/atau JKP.

Syarat pengukuhan PKP

Setelah mengetahui hak, kewajiban, dan konsekuensi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, poin pembahasan selanjutnya adalah bagaimana dan syarat pengajuan pengukuhan PKP. Syarat pengajuan status PKP adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki omzet mencapai Rp4.800.000.000 dalam satu tahun buku. Pengusaha atau wajib pajak yang ingin mengajukan status PKP tetapi omzetnya belum mencapai ketentuan tersebut, diizinkan dengan tetap memahami semua konsekuensinya.
  2. Dapat melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP di daerah terdaftar.
  3. Memenuhi syarat berkas dan kelengkapan dokumen pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.

Begitulah hak, kewajiban, konsekuensi, hingga syarat pengukuhan wajib pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak. Status tertentu yang dimiliki di dunia perpajakan memang selalu memiliki keuntungan dan kerugian. Namun, wajib pajak tetap harus cermat dalam mengambil keuntungan dan menerima konsekuensi dari tiap keputusan perpajakan yang diambil.

Comments are closed.