Penyusutan merupakan alokasi sistematis dari biaya perolehan atas asset tetap yang dapat disusutkan selama masa manfaat yang dimilikinya. Penyusutan atau depresiasi biasanya mulai dilakukan ketika aktiva tetap tersebut digunakan dan akan menjadi beban selama periode aktiva tersebut digunakan (Goni and Budiarso). Hal tersebut karena dengan seiring berjalannya waktu atas penggunaan sebuah aktiva tetap, maka pada saat yang sama aktiva tersebut akan mulai menurun kemampuannya atau mulai mengalami keusangan (obsolence) untuk menciptakan barang dan jasa.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Oleh karena itu, penyusutan atas aset berwujud dan amortisasi atas aset tak berwujud dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan atau dengan kata lain dapat diklasifikasikan sebagai biaya fiskal.
Pembebanan atas harta tersebut harus dilakukan jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Harta dimiliki oleh wajib pajak dan dipergunakan untuk kegiatan usaha atau 3M wajib pajak (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan).
- Metode penyusutan dan amortisasi yang diperkenankan dalam UU PPh hanya metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (double declining method).
Periode waktu yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah bulan, sehingga apabila harta diperoleh dalam bagian tahun maka penyusutan dan amortisasi dihitung sebanyak bulan pemakaian dibagi 12 bulan.
Terdapat perbedaan tarif dan masa manfaat untuk kelompok harta berwujud dan harta tak berwujud berdasarkan UU PPh. Penyusutan atas harta berwujud berdasarkan Pasal 11 ayat (6) UU PPh dapat dikelompokkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Tarif, Masa Manfaat, dan Kelompok Harta Berwujud
Kelompok Harta Berwujud |
Masa Manfaat | Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam | |
Ayat (1) |
Ayat (2) |
||
I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak permanen |
4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun
20 tahun 10 tahun |
25% 12,5% 6,25% 5%
5% 10% |
50% 25% 12,5% 10% |
Sumber: UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh)
Pasal 11
- Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
- Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Amortisasi atas harta tak berwujud berdasarkan Pasal 11A ayat (2) UU PPh dapat dikelompokkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Tarif, Masa Manfaat, dan Kelompok Harta Tak Berwujud
Kelompok Harta Tak Berwujud |
Masa Manfaat | Tarif Amortisasi berdasarkan metode | |
Garis Lurus | Saldo Menurun | ||
Kelompok 1
Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 |
4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun |
25%
12,5% 6,25% 5% |
50% 25% 12,5% 10% |
Sumber: UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh)
Dalam pelaksanaannya, berdasarkan Pasal 11 ayat (3) UU PPh, pemerintah telah mengatur saat dimulainya penyusutan, yaitu pada saat bulan dilakukannya pengeluaran. Hal ini berbeda untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, saat dimulainya penyusutan adalah pada saat bulan selesainya pengerjaan harta tersebut, sehingga perlu lebih diperhatikan terkait menentukan besarnya biaya penyusutan. Saat dimulainya penyusutan dapat dilihat pada tabel penjelasan berikut ini:
Tabel 3. Saat dimulainya penyusutan
No. |
Berlaku untuk | Saat Dimulainya |
Dasar Hukum |
1. |
Penyusutan secara umum |
Saat bulan dilakukannya pengeluaran | Pasal 11 ayat 3 UU No. 36/2008 |
2. | Penyusutan atas harta yang masih dalam proses pengerjaan |
Saat bulan selesainya pengerjaan harta tersebut |
Pasal 11 ayat 3 UU No. 36/2008 |
3. |
Penyusutan atas harta berwujud tertentu dengan persetujuan DJP |
Saat bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau saat bulan harta yang |
Pasal 11 ayat 4 UU No. 36/2008 |
Sumber: UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh); data diolah penulis
Kemudian berbeda dengan penyusutan, berdasarkan Pasal 11A ayat (1a) UU PPh, saat dimulainya amortisasi adalah pada bulan dilakukannya pengeluaran, sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Terkait untuk menyesuaikan dengan karakteristik bidang- bidang usaha tertentu, maka perlu diberikan pengaturan tersendiri yang ketentuannya diatur dalam PMK Nomor 248/PMK.03/2008.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) ketentuan tersebut, disebutkan bahwa saat dimulainya amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu adalah saat bulan dilakukannya pengeluaran atau saat bulan produksi komersial, yaitu bulan di mana penjualan mulai dilakukan. Adapun bidang usaha tertentu yang dimaksud adalah bidang usaha kehutanan, bidang usaha perkebunan tanaman keras, serta bidang usaha peternakan.
—
Referensi
Goni, Yuvita M. F and Novi Swandari Budiarso. “Analysis Calculation of Depreciation Fixed Assets According to Financial Accounting Standards and Tax Laws as well as Impact on Taxable Income in PT. Massindo Sinar Pratama Manado.” Jurnal Accountability 7 (2018): 11-19. Document. <https://media.neliti.com/media/publications/259845-analysis- calculation-of-depreciation-fix-518414a1.pdf>.