download (1)

Kok Bisa Ada 3 Golongan Yang Bebas Tak Bayar Pajak?

Hai haaai taxas! Apa kabar nih semuanya? 

Taxas udah tau belum nih kalau ada 3 golongan yang bebas tidak bayar pajak? Kita bahas yuk apa aja sih 3 golongan yang bebas tak bayar pajak!

Pajak merupakan kontribusi yang wajib kepada negara yang terutang oleh badan atau orang pribadi yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang (UU) tanpa memperoleh imbalan secara langsung serta digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021, ternyata ada golongan berikut ini yang bebas tidak membayar pajak. Berikut ini, tiga golongan yang boleh ‘tidak membayar’ pajak:

  • UMKM dengan Pendapatan 500 Juta Per Tahun

Pelaku usaha dengan omset maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak PPh Final 0,5% dari peredaran bruto.  PTKP dalam UU HPP digunakan juga untuk UMKM, yaitu omzet Rp 500 juta tidak dikenakan pajak, sebelum aturan ini hanya untuk orang pribadi semata, kalau sekarang UMKM juga diberlakukan aturan yang sama. Jadi, memudahkan untuk masyarakat untuk bekerja atau mendapatkan penghasilan lebih. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021. Kendati demikian, DJP tetap mengimbau untuk melaporkan SPT atas pajaknya. Adapun, aturan ini memiliki jangka waktu selama 7 tahun sejak NPWP dibuat.

  • Pengusaha dengan Status Rugi

Dengan PP no.55 Tahun 2022 ini, maka masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan sah tidak dikenakan pajak. Aturan ini menetapkan bahwa PTKP yang berlaku saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas akan dikenakan pajak setiap tahunnya dengan tarifnya yang paling rendah, yakni 5%. Artinya, pekerja dengan gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per bulan mulai dikenakan pajak. Lebih lanjut, masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan boleh tak lapor SPT. Tetapi, ada syarat yang harus dipenuhi golongan tersebut. Syarat untuk bisa bebas dari lapor SPT Tahunan adalah mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE, maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya. Dari aturan tersebut dapat diketahui, bahwa wajib pajak yang masuk kategori NE, maka ia tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya. Berikut ini perhitungan tarif pajak bagi individu:

  • Penghasilan Rp 60 juta dikenakan tarif 5%
  • Penghasilan Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15%
  • Penghasilan Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif 25%
  • Penghasilan Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar dikenakan tarif 30%
  • Penghasilan Rp 5 miliar ke atas dikenakan tarif 35%.
  • Penghasilan di bawah PTKP

WP badan atau perusahaan yang mengalami kerugian akan dikenakan pajak minimum yang memiliki pajak penghasilan tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto. Hal ini juga tertuang dalam Revisi UU Kelima Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Perusahaan yang dimaksud ini yaitu WP badan yang pada satu tahun pajak mengantongi pajak penghasilan terulang tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto. Adapun, Wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dikecualikan dari PPh minimum. Kemudian, dalam hal terhadap wajib pajak badan dilakukan pemeriksaan, PPh minimum diperhitungkan dalam penetapan pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan. Penjelasan ini juga berdasarkan ketentuan mengenai tata cara penghitungan PPh minimum, wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dan PPh minimum yang diperhitungkan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan Badan, mengatur mengenai kompensasi kerugian. UU ini menyebutkan: “Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun”. Artinya, wajib pajak bisa menggunakan kerugian keuangannya untuk mengurangi keuntungan tahun berikutnya, sehingga pajak terutang pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih kecil atau bahkan pajak tersebut tidak terutang sama sekali. Dengan demikian, kerugian keuangan perusahaan dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan lima tahun berikutnya.

Tags: No tags

Comments are closed.