Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan bagi negara yang memiliki kontribusi besar bagi Anggaran Pendapatan Negara. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan manfaat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan masyarakat dalam mensejahterakan rakyat. Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan orang pribadi maupun badan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dalam satu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) No 7 tahun 2021 pada tanggal 29 Oktober 2021. Perubahaan UU PPh berlaku mulai tahun pajak 2022, dimana lapisan penghasilan orang pribadi dengan tarif terendah 5% dinaikan menjadi 60 juta dimana sebelumnya hanya 50 juta. Pemerintah juga telah mengubah tarif dan menambahkan lapisan PPh orang pribadi sebesar 35% untuk penghasilan lebih dari Rp5 Miliar.
Lapisan Tarif | UU PPh | UU HPP | ||
Rentang Penghasilan | Tarif | Rentang Penghasilan | Tarif | |
I | 0 – Rp 50 juta | 5% | 0 – Rp 60 juta | 5% |
II | >Rp 50 – Rp250 juta | 15% | >Rp 60 – Rp250 juta | 15% |
III | >Rp 250 – Rp 500 juta | 25% | >Rp 250 – Rp 500 juta | 25% |
IV | >Rp 500 juta | 30% | >Rp 500 juta – 5 miliar | 30% |
V | >Rp 5 miliar | 35% |
Tarif PPh Orang Pribadi
Dalam RUU HPP, besaran nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak mengalami perubahan pada aturan sebelumnya, dimana nilai PTKP orang pribadi lajang sebesar 4,5 juta per bulan atau 54 juta pertahun. Adapun tambahan tanggungan terhadap wajib pajak yang berstatus kawin sebesar 4,5 juta dan memiliki maksimal tanggungan maksimal 3 orang dengan jumlah masing-masing 4,5 juta. Berikut contoh ilustrasi perhitungan PPh untuk WPOP kawin (K/3) sebagai berikut:
Penghasilan/ Bulan | 10 juta | 15 juta | ||
Penghasilan/ Tahun | 120 juta | 180 juta | ||
PTKP (K/3) | (72 juta) | (72 juta) | ||
Penghasilan Kena Pajak (PKP) | 48 juta | 108 juta | ||
Perhitungan PPh Terutang | UU PPh | UU HPP | UU PPh | UU HPP |
5% x 48 juta = 2,4 juta | 5% x 48 juta = 2,4 juta | 5% x 50 juta = 2,5 juta | 5% x 60 juta = 3 juta | |
15% x 58 juta = 8,7 juta | 15% x 48 juta = 7,2 juta | |||
Total PPh Terutang | Rp 2,4 juta | Rp 2,4 juta | Rp 11,2 juta | Rp 10,2 juta |
Pemerintah berharap dengan adanya kebijakan kenaikan batas lapis terendah dapat memberikan sebuah manfaat besar bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah dan menengah supaya dapat membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya. Di sisi lain, pemerintah juga menekan pengusaha atau pelaku UMKM orang pribadi maupun UMKM badan yang memiliki penghasilan lebih besar supaya mau membayar pajak lebih besar untuk mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
RUU HPP juga menetapkan tarif PPh badan sebesar 22% untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. Keputusan tersebut masih dapat dikatakan wajar karena masih lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh Badan rata-rata ASEAN (22,17%), Negara-negara OECD (22,81%), Negara-negara Amerika (27,16%), dna Negara-negara G-2 (24,17%). Perlu adanya upaya pengoptimalan dari pemerintah dalam menciptakan nilai APBN yang positif dari pertumbuhan ekonomi Negara. Harapannya dengan diterapkan tarif PPh badan tersebut pelaku wajib pajak dapat patuh dalam membayar pajak dan dapat meningkatkan pendapatan Negara secara maksimal untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak dengan tetap menjaga iklim investasi di Indonesia.