Tunjangan Hari Raya atau yang biasa disebut THR merupakan salah satu hak karyawan yang diatur dalam peraturan perusahaan di Indonesia. THR ini biasanya diberikan setahun sekali menjelang hari raya Idul Fitri atau Natal. THR sendiri memiliki tujuan untuk memberikan penghargaan dan motivasi kepada karyawan yang telah bekerja dengan baik selama setahun, serta membantu mereka untuk mempersiapkan diri menyambut hari raya dengan baik. Dalam perhitungannya, THR biasanya dihitung dari gaji pokok karyawan, ditambah dengan beberapa tunjangan lainnya seperti tunjangan makan, tunjangan transportasi, dan tunjangan lain-lain yang telah diatur dalam peraturan perusahaan. Besaran THR yang diberikan berbeda-beda tergantung pada perusahaan tempat karyawan bekerja dan masa kerja karyawan tersebut.
Karyawan yang berhak menerima THR adalah karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang telah bekerja minimal satu tahun penuh atau sesuai dengan ketentuan perusahaan tempat mereka bekerja. Karyawan yang belum bekerja selama satu tahun atau karyawan yang sedang dalam masa percobaan biasanya tidak berhak menerima THR. Pembayaran THR biasanya dilakukan sebelum hari raya Idul Fitri atau Natal, atau sesuai dengan ketentuan perusahaan tempat karyawan bekerja. Namun, terkadang ada perusahaan yang membayar THR setelah hari raya. Dalam hal ini, perusahaan harus membayar bunga keterlambatan sebesar 2% per bulan dari total nilai THR yang belum dibayarkan.
Berapa sih tarif pajak THR?
Dalam buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebut penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Penghasilan berupa seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Termasuk dalam hal ini bonus, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, dan lain sebagainya. Secara garis besar, pemotongan PPH Pasal 21 menggunakan dua tarif pemotongan, yaitu tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Undang-Undang PPh atau biasa disebut dengan tarif umum dan tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 atau biasa disebut TER. TER terbagi atas Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian. Tarif Efektif Bulanan dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak pada awal tahun pajak. TER Efektif Bulanan terbagi menjadi kategori Kategori A, Kategori B, dan Kategori C. Sedangkan Tarif Efektif Harian ditetapkan khusus untuk pegawai tidak tetap. Rincian Pajak THR, yaitu :
- Kategori TER Tarif Efektif Bulanan A untuk wajib pajak dengan status tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0). Dengan pendapatan bruto terendah Rp5.400.000 akan dikenakan pajak 0,25 persen. Sedangkan pendapatan bruto tertinggi lebih dari Rp1,4 miliar akan dikenakan tarifnya 34 persen.
- Kategori TER Tarif Efektif Bulanan C, untuk wajib pajak orang pribadi dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang (K/3) mulai dari penghasilan Rp6.600.000 dan tarifnya 0,25 persen. Sedangkan tertinggi atau pendapatan lebih dari Rp1.419.000.000 tarifnya 34 persen
Jumlah pajak memang lebih besar di bulan terimanya THR karena komponen penghasilan yang diterima pegawai bertambah. Meski begitu, Direktur Penyuluhan DJP menekankan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak selama setahun. Pasalnya, TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari-November. jika menggunakan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR. Dengan penerapan TER, pemotongan akan digabung.