Perubahan Kebijakan Pajak UMKM: Dampak, Ketentuan Baru, dan Persiapan Wajib Pajak

Perubahan Kebijakan Pajak UMKM: Dampak, Ketentuan Baru, dan Persiapan Wajib Pajak

Kursus Pajak – Perubahan kebijakan pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia telah menjadi topik penting dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah terus berupaya menyesuaikan regulasi perpajakan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini, yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Salah satu kebijakan signifikan adalah penerapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen bagi UMKM dengan peredaran bruto tertentu, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018).

PP 23/2018 memberikan fasilitas tarif PPh final 0,5 persen kepada wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri dengan peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah meringankan beban pajak UMKM dan mendorong mereka untuk lebih berkontribusi dalam perekonomian formal. Namun, fasilitas ini tidak berlaku selamanya; terdapat batasan waktu pemanfaatan yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk badan usaha. Wajib pajak orang pribadi dapat memanfaatkan tarif ini selama tujuh tahun, koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa, atau perseroan perorangan selama empat tahun, dan perseroan terbatas (PT) selama tiga tahun.

Setelah masa berlaku tersebut berakhir, wajib pajak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan dan menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Alternatifnya, bagi yang peredaran brutonya masih di bawah Rp4,8 miliar, dapat memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Selain itu, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberikan insentif tambahan bagi UMKM. Mulai tahun pajak 2022, wajib pajak orang pribadi UMKM dengan peredaran bruto hingga Rp500 juta per tahun dibebaskan dari pengenaan PPh final 0,5 persen. Artinya, jika dalam satu tahun pajak omzet yang diperoleh tidak melebihi Rp500 juta, tidak ada pajak yang harus dibayarkan. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang tanpa terbebani oleh kewajiban pajak yang memberatkan.

Namun, seiring berjalannya waktu, masa berlaku fasilitas tarif PPh final 0,5 persen bagi sebagian wajib pajak akan segera berakhir. Bagi wajib pajak orang pribadi yang telah memanfaatkan fasilitas ini sejak 2018, tahun 2024 merupakan tahun terakhir pemanfaatannya. Mulai tahun pajak 2025, mereka diwajibkan untuk beralih ke skema perpajakan umum, yaitu dengan menyelenggarakan pembukuan dan menghitung PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan sosialisasi mengenai hal ini, mengingatkan wajib pajak untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan tersebut.

Baca Juga: Pengembalian PPN bagi Turis Asing di Indonesia: Panduan Lengkap untuk Wisatawan

Perubahan ini menuntut UMKM untuk lebih disiplin dalam pengelolaan administrasi keuangan. Penyelenggaraan pembukuan yang baik menjadi kunci dalam menghitung penghasilan kena pajak secara akurat. Selain itu, dengan adanya kewajiban pembukuan, UMKM diharapkan dapat lebih transparan dan akuntabel, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal seperti investor dan lembaga keuangan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong UMKM naik kelas dan berkontribusi lebih signifikan dalam perekonomian nasional

Bagi UMKM yang merasa kesulitan dalam menyelenggarakan pembukuan, pemerintah menyediakan berbagai program pendampingan dan pelatihan. Salah satunya adalah Business Development Service (BDS) yang dirancang untuk memberikan bimbingan kepada UMKM dalam berbagai aspek, termasuk pengelolaan keuangan dan perpajakan. Melalui program ini, diharapkan UMKM dapat lebih siap menghadapi perubahan kebijakan perpajakan dan terus berkembang di masa mendatang

Secara keseluruhan, perubahan kebijakan pajak UMKM ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung pertumbuhan sektor UMKM sekaligus meningkatkan kepatuhan perpajakan. Dengan persiapan dan pendampingan yang tepat, diharapkan UMKM dapat beradaptasi dengan perubahan ini dan terus berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Kursus Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Kursus Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Tags: No tags

Comments are closed.