Penerapan Skema PPN Multi Tarif 2025: Kebijakan, Barang dan Jasa Bebas PPN, serta Tantangan Implementasinya

Penerapan Skema PPN Multi Tarif 2025: Kebijakan, Barang dan Jasa Bebas PPN, serta Tantangan Implementasinya

Pelatihan Pajak – Mulai per 1 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan skema pajak pertambahan (PPN) mulai tarif, kebijakan ini akan diambil untuk menjawab kritik serta rencana sebelumnya terkait dengan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% secara menyeluruh. Dengan adanya skema baru ini, tarif PPN akan bermacam-macam sesuai dengan kategori barang serta jasa, demi menjaga keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan perlindungan terhadap daya beli masyarakat pelatihan pajak dapat menjadi solusi untuk para wajib pajak atau bahkan masyarakat umum guna mengerti lebih dalam terkait dengan perpajakan di Indonesia.

Ketahui Barang serta Jasa apa yang Dibebaskan dari PPN?

Dikutip dari kompas, Sufmi Dasco Ahmad wakil DPR menjelaskan, ada sembilan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN dalam sistem multitarif ini. Dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Anggito Abimanyu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Dasco merinci jenis barang dan jasa yang dibebaskan PPN.

Berikut Barang Bebas PPN Multi Tarif:

  • Bahan Makanan Pokok
  • Listrik dengan daya dibawah 6.600 VA
  • Air Bersih
  • UMKM

Jasa Bebas PPN Multi Tarif

  • Transport Umum
  • Layanan Kesehatan
  • Pendidikan
  • Jasa Keuangan
  • Asuransi

Dalam daftar ini diharapkan dapat menjadi informasi serta kejelasan untuk masyarakat mengenai barang serta dan jasa yang tetap terjangkau setelah penerapan kebijakan PPN multi tarif. Akan tetapi, pemerintah saat ini belum merilis daftar rinci barang atau jasa yang akan dikenakan PPN 12% dan 11%. Dasco menambahkan jika penyesuaian tarif PPN ini dilakukan secara rinci dan hati-hati guna menjaga keseimbangan antara kepentingan negara serta kebutuhan masyarakat.

Bagaimana Penerapan Tarif PPN untuk Barang Mewah

Presiden Prabowo Subianto menegaskan terkait dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini akan dilakukan hanya untuk barang mewah saja. Adapun tujuannya untuk memastikan masyarakat umum tidak merasa terbebani oleh kebijakan pajak terbaru ini. Menurut beliau, kebijakan ini merupakan amanat undang-undang yang perlu dilaksanakan, akan tetapi pemerintah mengambil pendekatan yang selektif.

Baca Juga: Mengenal PPN Multi-Tarif: Barang dan Jasa yang Bebas PPN 12%?

Dengan demikian, barang yang tergolong sebagai kebutuhan seluruh masyarakat akan tetap dikenakan tarif PPN 11% atau mungkin akan dibebaskan dari PPN. Beliau juga menjelaskan terkait dengan kebijakan ini dirancang untuk melindungi rakyat kecil dari dampak negatif fiskal. Barang-barang kebutuhan ini seperti bahan pokok, pendidikan, serta kesehatan akan tetap terjangkau.

Apa Dampak Kebijakan pada Penerimaan Negara

Meski kebijakan PPN multi tarif diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat, namun para ekonom dan pengamat pajak menilai penerimaan pajak negara tidak akan meningkat signifikan. Sebab, banyaknya produk yang dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen hanya terbatas pada kategori barang mewah.

Menurut Dasco, pemerintah sudah memperhitungkan potensi hilangnya pendapatan akibat kebijakan selektif tersebut. Target penerimaan perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 2,433 triliun dinilai ambisius, mengingat target tersebut lebih tinggi dibandingkan penerimaan perpajakan 2024 yang sebesar Rp 2,234 triliun.

Untuk mengatasi potensi kekurangan penerimaan tersebut, pemerintah akan memetakan sektor-sektor yang mempunyai potensi besar dalam kontribusi pajak. Langkah ini diambil untuk memastikan target pendapatan tetap tercapai meski sistem multi tarif diterapkan.

Tantangan dalam Penerapan Kebijakan PPN Multi Tarif

Kebijakan PPN bertarif ganda juga menghadirkan tantangan dalam implementasinya. Penentuan daftar barang mewah yang akan dikenakan PPN 12% memerlukan definisi yang jelas agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran opini masyarakat. Selain itu, pemantauan pelaksanaan di lapangan harus diperkuat untuk mencegah kemungkinan manipulasi pajak.

Pemerintah harus memastikan kebijakan ini tidak menimbulkan celah bagi masyarakat tertentu untuk menghindari kewajiban perpajakannya. Misalnya, terdapat risiko penyesuaian kategori barang agar dikenakan tarif PPN yang lebih rendah.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti pelatihan pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti pelatihan pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Tags: No tags

Comments are closed.