Pemerintah Fokuskan pada Perbaikan, Benarkah Tahun Depan Tidak Ada Pajak Tambahan?

Pemerintah Fokuskan pada Perbaikan, Benarkah Tahun Depan Tidak Ada Pajak Tambahan?

Pelatihan pajak menjadi solusi terbaik bagi Anda yang ingin bekerja di dunia perpajakan. Sebab, dalam pelatihan pajak Anda akan diberikan segudang materi mengenai kebijakan perundang-undangan pajak. Namun, juga tidak kalah penting untuk mengetahui berita pajak terbaru seperti yang akan dibahas dalam ulasan berikut ini. Setelah dilantik secara resmi sebagai Menteri Keuangan Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menggantikan Sri Mulyani Indrawati, membawa kabar baik.

Menurut Purbaya, Indonesia saat ini tidak memerlukan pungutan baru. Meskipun target pendapatan negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 diperkirakan akan naik sebesar 9,8% menjadi Rp3.147,7 triliun, pernyataannya sejalan dengan pernyataan Sri Mulyani bahwa tidak akan ada kenaikan pajak atau pungutan baru pada tahun 2026.

Target pendapatan pajak pada 2026 adalah Rp2.357,7 triliun, yang akan mewakili kenaikan 13,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Rencana untuk meningkatkan pendapatan melalui kepatuhan wajib pajak yang lebih baik diperlukan untuk mencapai hal ini. Tentu saja, Direktorat Jenderal Pajak harus terus berkomitmen untuk memastikan bahwa kalangan kaya dan berkecukupan dapat terus membayar pajak dengan mudah, sementara segmen masyarakat yang lebih kecil dan kurang beruntung dilindungi oleh insentif.

Paket Stimulus

Pemerintah akan terus bekerja secara konsisten untuk menjaga kesejahteraan dan daya beli masyarakat pada tahun 2025 dengan menyusun paket insentif kebijakan ekonomi berupa keringanan dan pembebasan pajak. Insentif yang telah berlaku sejak awal tahun ini tentu akan membantu komunitas korporasi dan sejumlah kelompok masyarakat. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk minyak kelapa sawit kemasan dalam merek “MINYAKITA”, tepung terigu, gula industri, dan bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan merupakan fasilitas kebijakan yang ditawarkan pemerintah kepada rumah tangga berpendapatan rendah. Fasilitas kebijakan lainnya meliputi diskon kontribusi Asuransi Kecelakaan Kerja, pengurangan tarif transportasi dan tol, serta diskon listrik.

Dengan stimulus ini, rumah tangga akan kurang terbebani, daya beli mereka akan terjaga, dan kelompok masyarakat yang paling rentan akan memiliki akses ke komoditas dasar dan stabilitas harga. Selain fokus pada rumah tangga berpendapatan rendah, fasilitas kebijakan ekonomi pemerintah juga mencakup ketentuan untuk kelas menengah. Ini termasuk PPN DTP untuk pembelian rumah yang memenuhi syarat tertentu, PPN DTP untuk kendaraan listrik (EV) atau kendaraan listrik bertenaga baterai (KBLBB), insentif PPnBM DTP 3% untuk kendaraan hybrid, dan pembebasan bea masuk 0% untuk EV CBU.

Baca Juga: Benarkah Investasi Rp200 Triliun di Bank untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Pendapatan Pajak?

Mengurangi pengeluaran rumah tangga, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah, merupakan tujuan utama paket stimulus untuk meringankan beban masyarakat. Mempertahankan daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka juga menjadi tujuan lain. Selain itu, paket ini bertujuan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mendorong peredaran uang di masyarakat dan memperkuat kesejahteraan dengan menyediakan layanan perlindungan sosial yang lebih besar bagi orang miskin dan rentan.

Tidak Ada Pajak Tambahan

Karena Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) belum direvisi, tidak ada kategori pajak baru atau kenaikan pajak. Tarif pajak dan kategorisasi pajak yang menjadi dasar penetapan pajak tetap sama dengan peraturan sebelumnya. Misalnya, pajak penghasilan dan pajak lainnya yang dibayarkan oleh wajib pajak tetap bersifat progresif, dan mulai 1 Januari 2025, tarif PPN 12% hanya akan diterapkan pada barang dan jasa mewah.

Kebijakan ini menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan berlaku untuk barang dan jasa yang dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), bukan semua barang dan jasa.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Pelatihan Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Pelatihan Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Tags: No tags

Comments are closed.