Dengan disahkannya UU HPP yang kemudian diundangkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan perpajakan pada 29 Oktober 2021 membawa sedikit banyak perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Salah satu perubahan dalam UU HPP ini adalah upaya pemerintah dalam memberikan kemudahan administrasi, yaitu dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi.
Perubahan ini disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1a) UU KUP dalam UU HPP, bahwa NPWP bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan NIK. Kemudian melalui Pasal 2 ayat (10), mandat diberikan kepada Menteri Dalam Negeri agar memberikan data kependudukan dan data balikan dari penggunanya kepada Menteri Keuangan.
Atas wacana ini, pemerintah perlu menyiapkan berbagai hal. Mulai dari menyiapkan sistem administrasi, hingga menjalin komunikasi antara Mendagri dengan Menkeu untuk saling terintegrasi.
Pemberlakuan NIK sebagai NPWP ini dicanangkan akan dapat dilakukan secara otomatis. Artinya, warga negara Indonesia yang memiliki NIK dan terindikasi menerima atau memiliki penghasilan di atas PTKP, akan secara otomatis teridentifikasi sebagai wajib pajak.
Otomatisasi aktivasi NIK sebagai identifier wajib pajak ini masih dalam tahap pengembangan core administration system atau sistem inti perpajakan oleh DJP. Apabila telah berjalan, otoritas pajak dengan menggunakan AEoI dapat memperoleh akses informasi keuangan secara otomatis atas rekening dari luar negeri dan dalam negeri. Sistem ini yang dapat melakukan screening terhadap seseorang untuk menjadi wajib pajak orang pribadi.
Proses screening dilakukan dengan mempertimbangkan status seseorang dalam memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai wajib pajak. Syarat subjektif menjadi wajib pajak sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh dan perubahannya. Syarat objektif juga sesuai dengan ketentuan objek pajak dalam UU PPh dan perubahannya.
Dengan integrasi NIK dengan NPWP ini, maka antara data kependudukan dengan data perpajakan individu menjadi data tunggal (single identification number). Namun perlu diingat bahwa apabila belum memenuhi syarat dan kriteria menjadi wajib pajak, maka NIK warga negara Indonesia tidak akan teraktivasi dan menjadi identifier bagi seorang wajib pajak orang pribadi. Pemerintah tetap menggunakan batasan:
- Penghasilan tahunan di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); atau
- Peredaran bruto atau omzet tidak kena pajak sebesar Rp500.000.000 untuk UMKM yang membayar PPh Final 0,5 persen (PP Nomor 23 tahun 2018).