Kenaikan PPN 12% di 2025, Solusi untuk Penerimaan Negara atau Beban Bagi Konsumen?

Kenaikan PPN 12% di 2025, Solusi untuk Penerimaan Negara atau Beban Bagi Konsumen?

Kursus pajak adalah solusi tepat bagi Anda yang membutuhkan pengetahuan tentang kebijakan perundang-undangan pajak. Karena dalam kursus pajak tersebut, nantinya Anda akan diajarkan berbagai materi peraturan pajak oleh expert di dunia perpajakan. Di samping itu, tentunya tidak kalah penting untuk mengetahui perkembangan berita pajak pada saat ini. Niat Pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 kini diliputi kesulitan. Meskipun Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengharuskan perubahan ini, ada kekhawatiran tentang bagaimana hal ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat yang sudah rendah dan pengeluaran keluarga.

Pemerintah harus mencari cara untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa mengurangi daya beli masyarakat.   Salah satu solusi cepat yang potensial untuk meningkatkan pendapatan negara adalah menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Diperkirakan bahwa di bawah rezim Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, kebutuhan belanja negara akan meningkat secara dramatis. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun 2025 memproyeksikan peningkatan utang pemerintah, defisit anggaran, dan belanja.

Diperkirakan pengeluaran pemerintah akan meningkat dari 14,56% dari PDB menjadi 16,15-17,80%. Diperkirakan defisit anggaran akan meningkat dari 2,29% menjadi 2,80% dari PDB, yang berada di sekitar batas aman 3%. Selain itu, diantisipasi kenaikan rasio utang dari 38,26% dari PDB menjadi maksimum 40,14% – tingkat yang hampir sama dengan puncak yang tercatat selama pandemi Covid-19.   Meskipun demikian, ada kemungkinan kenaikan tarif PPN juga dapat menurunkan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Sejak pandemi, kenaikan konsumsi rumah tangga, yang mendorong perekonomian, sering kali tertinggal di belakang tingkat ekspansi ekonomi atau batas atas yang biasanya sebesar 5%.

Secara tahunan, pengeluaran rumah tangga hanya meningkat 4,91% pada kuartal pertama tahun 2024, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11%. Sejak pandemi, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok telah mengurangi daya beli masyarakat. Tidak ada bukti empiris, menurut Dradjad Wibowo, anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, yang menunjukkan bahwa menaikkan tarif PPN akan memaksimalkan penerimaan negara. Menurutnya, mempertahankan tarif PPN sebesar 11% akan memberikan hasil yang lebih baik daripada menaikkannya menjadi lebih tinggi. Selain itu, Dradjad menekankan pentingnya melakukan analisis ilmiah sebelum menaikkan tarif PPN.

Baca Juga: Penerimaan Pajak dengan Target yang Semakin Berambisi di Tahun 2025

Namun, karena UU PPN telah mewajibkan hal ini, maka sulit untuk membatalkan niat untuk menaikkan tarif PPN. Proses penyusunan RAPBN 2025 yang akan segera dimulai, kemungkinan besar akan terus membahas tarif PPN 12%. Pembatalan kenaikan PPN akan menyebabkan perubahan dalam anggaran dan belanja negara, sehingga perlu dilakukan revisi undang-undang dan prosedur perubahan APBN yang berlarut-larut. Menurut Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, rencana pemerintah untuk mengimplementasikan sistem yang lebih baik seperti Core Tax Administration System untuk meningkatkan pendapatan pajak selain menaikkan PPN.

Tidak hanya dengan menaikkan tarif PPN, pemerintah berkonsentrasi untuk meningkatkan pendapatan pajak. Sektor riil dan daya beli masyarakat dapat terdampak secara signifikan oleh kenaikan tarif PPN, menurut Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Kenaikan ini dapat mengakibatkan harga-harga produk dan jasa yang lebih tinggi, penurunan daya beli, dan penurunan konsumsi rumah tangga. Sebagai alternatif, perusahaan-perusahaan harus menurunkan margin keuntungan mereka untuk menutupi kenaikan tarif PPN, yang selanjutnya akan menghambat ekspansi ekonomi.

Ajib lebih lanjut menekankan bahwa, seperti halnya dengan kebijakan-kebijakan pajak lainnya yang tidak sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan, pemerintah bebas untuk menunda kenaikan tarif PPN. Dia merekomendasikan untuk mengoptimalkan pendapatan dividen BUMN, yang masih rendah dibandingkan dengan aset yang dimiliki BUMN.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti kursus pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti kursus pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Tags: No tags

Comments are closed.