Training Pajak – Setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui rancangan perubahan Undang-Undang Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, program pengampunan pajak kembali menjadi sorotan publik. Jika hal ini terjadi, Indonesia akan menjadi tuan rumah program pengampunan pajak yang ketiga dalam satu dekade terakhir. Reaksi terhadap inisiatif ini telah terbagi, dengan beberapa kelompok yang menyatakan kegembiraan dan yang lainnya menyatakan bahwa ini adalah langkah yang sia-sia. Sejak Presiden Joko Widodo digantikan oleh Presiden Prabowo Subianto, pengampunan pajak sekali lagi mendapatkan tempat dalam wacana kebijakan fiskal nasional. Namun, jika Anda membutuhkan pengetahuan kebijakan pajak lebih luas lagi selain kebijakan yang akan dijelaskan dalam ulasan ini, maka bisa dengan mengikuti training pajak.
Permintaan Tak Terduga dalam Prolegnas Prioritas
Pada tanggal 18 November 2024, bertempat di Kompleks Parlemen Senayan, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI secara tidak terduga mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak. Usulan ini sebelumnya tidak ada dalam daftar pembahasan. Namun, pada rapat malam itu, usulan tersebut diajukan oleh Komisi XI DPR, mitra kerja Kementerian Keuangan. Menurut Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, program ini dibuat untuk memberikan kesempatan kepada para pembayar pajak yang belum menyelesaikan kewajibannya. Misbakhun menekankan bahwa pergantian pemerintahan memungkinkan adanya pendekatan kebijakan yang berbeda, meskipun pemerintahan sebelumnya berjanji untuk tidak mengadakan pengampunan pajak lagi.
Komisi XI bermaksud untuk melanjutkan pembicaraan mengenai perlindungan dan cakupan program ini. Ia mengklaim bahwa tujuan program ini adalah untuk memberikan jalan bagi para pembayar pajak yang ingin kembali patuh tanpa terganggu oleh pelanggaran mereka sebelumnya.
Sekilas tentang Sejarah Pengampunan Pajak di Indonesia
Indonesia telah menjalankan dua kali program pengampunan pajak sejak reformasi. Pemerintahan Presiden Joko Widodo menyelenggarakan program pertama pada tahun 2016 hingga 2017. Dengan tiga fase yang berbeda, program ini berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp135 triliun, dari target Rp165 triliun. Uang repatriasi sebesar Rp147 triliun yang diperoleh masih jauh dari target Rp1.000 triliun. Inisiatif kedua, yang dikenal sebagai Program Pengungkapan Sukarela (PPS), mulai dilaksanakan pada tahun 2022. Hasil dari PPS jauh lebih rendah dibandingkan dengan program pertama, baik dari segi pendapatan maupun jumlah peserta.
Baca Juga: Fitur Prepopulated: Mempermudah, Menghemat Waktu, dan Mengurangi Kesalahan SPT Anda
Tantangan dan Kritik
Ada beberapa pertentangan terhadap konsep ini, terutama di kalangan profesional pajak. Fajry Akbar, seorang peneliti di Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), merasa bahwa kebijakan pengampunan pajak yang berulang-ulang telah memperburuk ketidakpatuhan wajib pajak, menurut Kompas.id. Ia mengatakan bahwa individu-individu percaya bahwa tidak ada dampak yang nyata dari ketidakpatuhan pajak karena program amnesti pajak.
Fajry juga mempertanyakan tujuan utama dari program ini, mengingat mayoritas konglomerat sebelumnya telah mengikuti amnesti pajak putaran pertama pada tahun 2016. Fakta bahwa PPS 2022 mengalami penurunan tajam dalam hal partisipasi dan penerimaan menunjukkan bahwa penerimaan pajak yang prospektif dari program serupa sudah sangat sedikit.
Dampak Kebijakan terhadap Keadilan Pajak
Masalah keadilan juga muncul dari program pengampunan pajak. Masyarakat menengah ke bawah akan terkena dampak langsung dari rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Namun, pemerintah memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan untuk mengurangi kewajiban pajak di masa lalu dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada tarif standar. Ketidakpercayaan publik terhadap ketergantungan pemerintah dikhawatirkan akan muncul dari kebijakan ini. Orang-orang super kaya yang menerima pengampunan pajak mungkin terlihat tidak adil bagi kelas menengah ke bawah, yang sudah merasakan dampak kenaikan PPN.
Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti training pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.
Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti training pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.