Ketahui Apa Saja Layanan yang Bisa Diakses Melalui Sistem Pajak Baru Coretax?

Ketahui Apa Saja Layanan yang Bisa Diakses Melalui Sistem Pajak Baru Coretax?

Kursus Pajak – Coretax menyediakan layanan perpajakan online baik untuk wajib pajak maupun bukan wajib pajak, mulai dari layanan administrasi, pengaduan, hingga edukasi perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menawarkan berbagai layanan pajak digital untuk membantu wajib pajak sejak aplikasi Coretax diimplementasikan. Lima layanan utama yang ditawarkan oleh Coretax dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, aksesibilitas, dan transparansi proses perpajakan.

Jika Anda merupakan seseorang yang ingin kerja di dunia perpajakan, maka pengetahuan pajak baru terkait Coretax ini sangatlah penting. Namun, juga tidak kalah penting untuk mengikuti kursus pajak, sebagai upaya menguasai kebijakan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Kursus pajak ini dapat menjadi dasar pengetahuan Anda dalam menjalani dunia kerja dalam perpajakan. Definisi layanan perpajakan, berbagai jenis layanan yang ditawarkan, dan panduan tentang cara menggunakan program Coretax untuk mengakses layanan-layanan tersebut akan dibahas dalam artikel ini.

Apa yang Dimaksud dengan Layanan Perpajakan?

Salah satu cara untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya adalah melalui layanan perpajakan. Layanan ini mencakup penyelesaian pengaduan, administrasi perpajakan, edukasi, dan informasi penting terkait perpajakan. Mulai dari pengajuan permohonan hingga akses dokumen perpajakan, DJP telah menyederhanakan prosedur perusahaan dengan kemampuan digital yang terintegrasi melalui aplikasi Coretax.

Jenis Layanan Administrasi Perpajakan di Aplikasi Coretax

Layanan administrasi meliputi layanan permintaan informasi, menanggapi permintaan penerbitan produk hukum dari wajib pajak atau bukan wajib pajak, dan mendapatkan laporan produk layanan administrasi.

Layanan Permintaan Informasi Perpajakan (Pertanyaan Umum)

Layanan ini merupakan layanan untuk menjawab pertanyaan dari Wajib Pajak atau bukan Wajib Pajak mengenai permintaan konfirmasi, konsultasi, atau eskalasi.

Pengaduan, Rekomendasi, dan Apresiasi Layanan

Layanan ini memudahkan penyampaian keluhan, rekomendasi, atau ungkapan terima kasih atas layanan perpajakan.

  • Layanan untuk Pendidikan: Layanan ini menyediakan narasumber, jadwal kelas edukasi, dan materi edukasi perpajakan.
  • Pengetahuan Dasar Perpajakan (Pengetahuan Dasar): Akses ke koleksi sumber daya perpajakan untuk membantu dalam memahami hukum pajak adalah bentuk layanan ini.

Baca Juga: Transformasi PPN 12% Indonesia: Mengelola Risiko dan Peluang di 2025

Bagaimana Layanan Pajak Coretax Dapat Diperoleh?

Aplikasi Coretax memudahkan Anda untuk mengakses semua layanan pajak. Panduan komprehensif untuk menggunakan lima kategori layanan pajak disediakan di bawah ini:

Layanan Administrasi

Masukkan kata sandi dan NPWP Anda untuk mengakses aplikasi Coretax. Dasbor akun akan ditampilkan di halaman tersebut. Pilih menu Layanan Wajib Pajak, lalu pilih Layanan Administrasi Terdapat lima pilihan yang tersedia di menu Layanan Administrasi, antara lain:

  • Membuat permohonan layanan administrasi.
  • Permohonan yang belum diajukan
  • Permohonan sedang dalam proses
  • Permohonan sudah selesai
  • Daftar Fasilitas Saya
  • Klik “Buat Permintaan Layanan Administratif,” misalnya.
  • Formulir yang harus diisi akan ditampilkan oleh aplikasi.
  • Setelah memilih kategori layanan, klik Kirim.

Permintaan Informasi Pajak atau Layanan Interaktif (Pertanyaan Umum)

Dasbor Coretax sekarang terlihat. Klik Daftarkan Permohonan Informasi Pajak setelah memilih Layanan Permohonan Informasi Pajak. Submenu akan menampilkan tiga jenis riwayat permintaan informasi pajak, antara lain:

Konsultasi Pajak: Menambah Permintaan Informasi Pajak

  • Permintaan Verifikasi.
  • Masukkan pertanyaan atau klarifikasi yang Anda perlukan dalam formulir.
  • Tunggu jawaban di dasbor atau email.

Layanan Pengaduan, Saran, dan Apresiasi

  • Klik Layanan Penagihan Pajak setelah masuk ke program Coretax, lalu pilih submenu Layanan Pengaduan, Saran, dan Apresiasi.
  • Pilih submenu Input Layanan Pengaduan, Saran, dan Apresiasi untuk memasukkan pengaduan.
  • Lengkapi formulir terlampir dengan detail keluhan, saran, atau ucapan terima kasih Anda.
  • Selanjutnya, pilih jenis pengaduan, seperti Saran, Pengaduan Layanan Perpajakan, Pengaduan Disiplin dan Kode Etik Pegawai, atau Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
  • Klik Kirim setelah melampirkan dokumen pendukung.
  • Bagian Register Pengaduan, Saran, dan Apresiasi juga memungkinkan pengguna untuk melihat riwayat pengaduan.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti kursus pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti kursus pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN? Simak Perhitungannya

Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN? Simak Perhitungannya

Training Pajak – Transaksi cashless atau tanpa uang tunai kini semakin populer di kalangan masyarakat, terutama dengan berkembangnya teknologi keuangan (fintech) dan kemudahan yang ditawarkan oleh metode pembayaran digital. Namun, muncul pertanyaan yang sering menjadi perbincangan: apakah transaksi cashless dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? Untuk memahami hal ini, penting untuk mengetahui mekanisme dasar PPN dan bagaimana penerapannya pada transaksi non-tunai.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di Indonesia. Dalam konteks ini, objek pajak adalah barang atau jasa yang diperjualbelikan, bukan metode pembayaran yang digunakan. Oleh karena itu, PPN tetap berlaku pada transaksi yang menggunakan uang tunai maupun cashless, asalkan barang atau jasa tersebut merupakan objek PPN. Besarnya tarif PPN saat ini adalah 11%, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berlaku sejak 1 April 2022.

Misalnya, jika seseorang membeli barang elektronik senilai Rp1.000.000, maka PPN yang harus dibayarkan adalah 11% dari harga barang tersebut, yaitu Rp110.000. Jika pembayaran dilakukan secara cashless menggunakan dompet digital atau kartu kredit, nilai PPN yang dikenakan tetap sama. Metode pembayaran tidak memengaruhi besaran pajak karena PPN dihitung berdasarkan nilai transaksi, bukan cara pembayarannya.

Namun, terdapat salah paham di masyarakat mengenai kemungkinan adanya pajak tambahan pada transaksi cashless. Hal ini mungkin disebabkan oleh biaya administrasi atau potongan tertentu yang dikenakan oleh penyedia layanan pembayaran digital. Misalnya, beberapa platform pembayaran digital mengenakan biaya layanan untuk transaksi tertentu, seperti transfer antarbank atau pembayaran tagihan. Biaya ini bukan bagian dari PPN, melainkan kebijakan dari penyedia layanan tersebut. Oleh sebab itu, penting untuk membedakan antara pajak yang dipungut pemerintah dan biaya yang dikenakan oleh pihak ketiga.

Ada juga isu tentang apakah cashback atau diskon yang diberikan pada transaksi cashless memengaruhi perhitungan PPN. Dalam hal ini, PPN tetap dihitung berdasarkan harga barang atau jasa sebelum diskon. Sebagai contoh, jika harga awal sebuah barang adalah Rp1.000.000 dan pembeli mendapatkan diskon Rp100.000, maka PPN tetap dihitung dari harga sebelum diskon, yaitu Rp1.000.000. Artinya, PPN yang dibayar tetap Rp110.000 meskipun pembeli hanya mengeluarkan Rp900.000 setelah diskon.

Baca Juga: Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN dari 11% ke 12%?

Pemerintah sendiri mendukung transformasi menuju ekonomi digital dengan mempromosikan pembayaran cashless. Salah satu tujuannya adalah meningkatkan transparansi transaksi sehingga potensi penerimaan pajak dapat lebih optimal. Sistem pembayaran digital memungkinkan pencatatan transaksi secara otomatis dan mengurangi kemungkinan terjadinya praktik penghindaran pajak.

Namun, perlu dicatat bahwa PPN tidak selalu berlaku untuk semua barang dan jasa. Beberapa barang, seperti kebutuhan pokok tertentu, dan jasa tertentu, seperti layanan kesehatan dan pendidikan, dibebaskan dari PPN sesuai peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, tidak semua transaksi cashless dikenakan PPN, tergantung pada jenis barang atau jasa yang dibeli.

Kesimpulannya, transaksi cashless memang tetap dikenakan PPN jika barang atau jasa yang diperjualbelikan merupakan objek PPN. Namun, metode pembayaran tidak memengaruhi besarnya pajak yang harus dibayar. Penting bagi masyarakat untuk memahami aturan ini agar tidak terjadi kesalahpahaman, terutama terkait dengan biaya tambahan yang mungkin muncul dari penyedia layanan pembayaran digital. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat lebih bijak dalam memanfaatkan kemudahan transaksi cashless tanpa perlu khawatir tentang beban pajak yang berlebihan.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Training Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Training Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Transformasi PPN 12% Indonesia: Mengelola Risiko dan Peluang di 2025

Transformasi PPN 12% Indonesia: Mengelola Risiko dan Peluang di 2025

Brevet Pajak – Pemerintah mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) melalui kebijakan perpajakan 2025, yang mencakup beberapa perubahan signifikan, termasuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Langkah ini dilakukan dalam rangka mendukung pembangunan yang lebih berkelanjutan dan memperkuat penerimaan negara.

Pelaku usaha harus memahami dan mematuhi peraturan perpajakan untuk mengelola risiko dan menjaga keberlangsungan bisnis dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Kebijakan-kebijakan lain juga dirancang untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien. Dalam brevet pajak Anda bisa mendapatkan pengetahuan tentang kebijakan baru seperti ini, bahkan juga cara melakukan penghitungan hingga pelaporannya.

Karena brevet pajak akan memberikan Anda begitu banyak materi seputar peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk sejumlah barang kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan, dan layanan pendidikan, meskipun tarif PPN akan naik pada 1 Januari 2025.

Aturan Pajak Setelah Kenaikan PPN

Pemerintah telah membuat paket kebijakan perpajakan untuk stimulus ekonomi yang dibagi menjadi tiga kelompok utama untuk menjaga kesejahteraan masyarakat meskipun ada kenaikan tarif PPN:

Bantuan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan Kebutuhan Dasar Tambahan melalui PPN DTP

Fasilitas PPN DTP sebesar 1% diberikan oleh pemerintah untuk komoditas bahan pokok yang lebih strategis, seperti:

  • Minyak goreng yang digunakan oleh masyarakat (Minyakita)
  • Tepung terigu
  • Gula industri

Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat agar barang kebutuhan pokok tersedia dengan harga yang lebih terjangkau.

Insentif 0,5% untuk perluasan industri, pengusaha, dan UMKM Perpanjangan tarif pajak final 0,5% dari omset, yang berlaku hingga 2025, diatur dalam revisi undang-undang pemerintah yang mendorong kelangsungan usaha kecil dan menengah.

Baca Juga: Segala Transaksi Dompet Digital Anda Ikut Kena PPN 12% di Tahun 2025?

Pembebasan Pajak Penghasilan untuk UMKM Kecil

Bahkan saat ini, UMKM yang menghasilkan pendapatan kurang dari Rp500 juta per tahun tidak diwajibkan membayar pajak penghasilan (PPh). Strategi ini bertujuan untuk mendukung ekspansi dan pertumbuhan UMKM kecil tanpa membebani mereka secara finansial.

Bantuan untuk Kelas Menengah dengan PPN DTP Properti

Jadwal berikut ini menguraikan diskon PPN yang akan diterapkan untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar dalam rangka mendorong industri real estat:

  • Diskon 100% dari Januari hingga Juni 2025
  • Diskon 50% dari bulan Juli hingga Desember 2025
  • DTP PPN Otomotif
  • Bantuan fiskal juga diberikan kepada industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dalam bentuk: PPN DTP sebesar 10% untuk KBLBB CKD
  • 15% PPnBM DTP untuk impor KBLBB (CBU dan CKD)
  • Bea masuk CHT KBLBB sebesar 0%.
  • Selain itu, PPnBM DTP sebesar 3% akan diberikan untuk kendaraan bermotor hybrid.
  • Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pajak Penghasilan

Pemerintah menawarkan insentif berupa pembebasan sebagian PPh Pasal 21 kepada karyawan di industri padat karya yang berpenghasilan hingga Rp 10 juta per bulan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas di industri padat karya sekaligus menjaga daya beli pekerja.

Dampak Kebijakan Pajak Setelah Kenaikan PPN

Perekonomian Indonesia memiliki peluang dan tantangan sebagai hasil dari kebijakan pajak yang diberlakukan pada tahun 2025. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara yang diperlukan untuk mendanai pertumbuhan. Di sisi lain, stabilitas bisnis dan daya beli masyarakat juga dapat terpengaruh oleh kenaikan tarif pajak, terutama di industri yang sensitif terhadap harga.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti brevet pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti brevet pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN dari 11% ke 12%?

Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN dari 11% ke 12%?

Kursus Pajak – Di tengah pesatnya adopsi transaksi cashless atau nontunai, pertanyaan mengenai penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering menjadi perhatian masyarakat. Salah satu isu yang berkembang adalah apakah transaksi cashless dikenakan PPN dan apakah tarif PPN meningkat dari 11% menjadi 12%. Untuk memahami hal ini, penting meninjau aturan perpajakan di Indonesia, termasuk penerapan PPN pada transaksi digital.

Apa itu PPN dan Bagaimana Penerapannya?

PPN adalah pajak konsumsi yang dikenakan pada Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak ini berlaku untuk hampir semua barang dan jasa yang digunakan masyarakat, kecuali yang dikecualikan oleh undang-undang, seperti kebutuhan pokok tertentu, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan. Saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah 11%, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, undang-undang ini juga mencantumkan rencana peningkatan tarif menjadi 12%, yang akan berlaku pada tahun-tahun mendatang sesuai kebijakan pemerintah.

Apakah Transaksi Cashless Mempengaruhi PPN?

Hal penting untuk dipahami adalah bahwa PPN dikenakan pada objek transaksi, yaitu barang dan jasa, bukan pada metode pembayaran. Dengan kata lain, apakah Anda membayar secara tunai, menggunakan kartu kredit, atau melalui aplikasi e-wallet, hal ini tidak memengaruhi pengenaan PPN. Sebagai contoh, jika Anda membeli makanan di restoran dengan total tagihan Rp1.000.000, PPN sebesar 11% atau Rp110.000 akan dikenakan pada transaksi tersebut. Jika tarif PPN meningkat menjadi 12%, maka pajak yang dibayarkan akan menjadi Rp120.000. Namun, perubahan tarif ini berlaku untuk semua jenis transaksi, baik tunai maupun nontunai.

Mengapa PPN Meningkat dari 11% ke 12%?

Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Peningkatan ini diatur dalam UU HPP, yang dirancang untuk memperkuat sistem perpajakan nasional dan mendukung pembangunan. Meskipun tarif PPN meningkat, pemerintah juga berupaya menjaga keseimbangan dengan memberikan fasilitas tertentu, seperti pengecualian pajak untuk barang dan jasa strategis yang dibutuhkan masyarakat luas. Hal ini bertujuan agar dampak kenaikan tarif tidak terlalu membebani masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.

Pengaruh Transaksi Cashless terhadap Kepatuhan Pajak

Salah satu keunggulan utama transaksi cashless adalah transparansi. Transaksi digital lebih mudah dilacak, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memastikan kepatuhan pajak dari pelaku usaha. Sistem ini juga mengurangi risiko penghindaran pajak yang sering terjadi dalam transaksi tunai. Selain itu, penggunaan pembayaran digital mendorong pelaku usaha untuk memiliki sistem pencatatan yang lebih baik, yang pada akhirnya meningkatkan akurasi dalam pelaporan pajak. Dengan data transaksi yang terdigitalisasi, pemerintah dapat lebih efektif memantau penerapan PPN, termasuk ketika tarif meningkat menjadi 12%.

Baca Juga: Mobil Listrik dan Hybrid Dapat Insentif Pajak di Tahun 2025: Bagaimana Detailnya?

Apa yang Harus Dilakukan oleh Pelaku Usaha dan Konsumen?

Bagi pelaku usaha, penting untuk memahami perubahan tarif PPN dan memastikan bahwa sistem pencatatan transaksi mereka sudah memadai. Jika Anda adalah pelaku usaha yang menggunakan sistem pembayaran cashless, pastikan bahwa tarif PPN yang diterapkan sesuai dengan ketentuan terbaru.

Bagi konsumen, penting untuk menyadari bahwa kenaikan tarif PPN adalah kebijakan yang berlaku untuk semua transaksi, bukan hanya transaksi cashless. Dengan demikian, konsumen perlu memperhitungkan biaya tambahan ini saat berbelanja, terutama untuk barang dan jasa yang termasuk dalam kategori BKP dan JKP.

Transaksi cashless tidak secara langsung dikenakan pajak tambahan. PPN berlaku berdasarkan objek pajak, yaitu barang dan jasa, bukan metode pembayaran. Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% adalah bagian dari kebijakan nasional yang berlaku untuk semua jenis transaksi, baik tunai maupun nontunai.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Kursus Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Kursus Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Segala Transaksi Dompet Digital Anda Ikut Kena PPN 12% di Tahun 2025?

Segala Transaksi Dompet Digital Anda Ikut Kena PPN 12% di Tahun 2025?

Pelatihan Pajak – Mulai Januari 2025, pemerintah Indonesia berniat menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Karena akan mempengaruhi sektor bisnis konvensional dan transaksi digital atau non-tunai yang semakin umum, kebijakan ini menjadi sorotan publik. Masyarakat dan pelaku bisnis perlu mengetahui bagaimana peraturan ini akan berdampak pada mereka seiring dengan semakin maraknya transaksi non-tunai. Ketika Anda ingin bekerja di bagian perpajakan, baik menjadi staf pajak suatu perusahaan maupun bekerja di Kantor Konsultan Pajak. Dapat dipastikan bahwa mengetahui berbagai berita seperti ini sangatlah penting. Namun, juga tidak kalah penting untuk mengikuti pelatihan pajak. Sebab, dalam pelatihan pajak tersebut Anda akan mendapatkan segudang materi seputar kebijakan pajak yang berlaku di Indonesia.

Dampak Langsung pada Transaksi Tanpa Uang Tunai

Biaya layanan yang terkait dengan transaksi digital akan terpengaruh oleh tarif PPN yang lebih tinggi. Jasa yang menggunakan teknologi finansial, termasuk transaksi nontunai, termasuk dalam kategori Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya jasa transaksi tersebut dikenakan PPN. Sebagai contoh, PPN 11% sekarang diterapkan pada biaya jasa, yaitu Rp550, jika pengguna dompet digital bertransaksi Rp200.000 dengan biaya jasa Rp5.000. Nilai pajak akan naik menjadi Rp600 dengan kenaikan 12%. Meskipun kenaikan ini mungkin tidak terlalu besar untuk satu transaksi, namun seiring berjalannya waktu, kenaikan ini dapat berdampak besar pada transaksi yang sering dilakukan.

Namun, pembatasan ini tidak berlaku untuk saldo dompet digital yang tidak digunakan untuk transaksi atau untuk memberikan poin, poin isi ulang, atau program poin loyalitas. Oleh karena itu, hanya biaya layanan yang terkait dengan aktivitas transaksi yang sedang berlangsung yang akan dikenakan pajak.

Tanggapan Masyarakat terhadap Kenaikan Tarif

Media sosial telah digunakan oleh warganet untuk mendiskusikan kebijakan ini dan menarik perhatian pada kemungkinan beban tambahan yang akan dibebankan kepada konsumen. Menurut beberapa pendapat, pedagang atau penyedia layanan, bukan konsumen, yang seharusnya bertanggung jawab untuk membayar biaya layanan yang dikenai pajak. Sebagian lainnya mempertanyakan keadilan kebijakan ini, mengingat banyak individu yang semakin memilih transaksi digital karena efisiensi dan kenyamanannya. Banyak yang percaya bahwa kenaikan pajak ini dapat membuat transaksi non-tunai menjadi kurang menarik dan justru semakin membebani masyarakat.

Baca Juga: Mengapa Bank Dunia Mengkritik Perpajakan Indonesia? Apakah Ada yang Salah?

Justifikasi Strategis untuk Kenaikan PPN

Rencana pemerintah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara termasuk menaikkan tarif PPN. Pemerintah bermaksud untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana semua sektor ekonomi berkontribusi secara proporsional, dengan memasukkan sektor ekonomi digital yang berkembang pesat. Selain itu, tarif PPN 12% dimaksudkan agar sejalan dengan norma-norma internasional, yang memungkinkan Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain dalam hal perpajakan. Pengembangan layanan publik dan infrastruktur yang membutuhkan pendanaan jangka panjang adalah tujuan lain dari program ini.

Dampak terhadap Bisnis dan Konsumen

Konsumen akan merasakan dampak langsung dari kenaikan tarif PPN ini. Pengeluaran harian dapat meningkat sebagai akibat dari pajak baru ini, terutama bagi mereka yang sering membayar dengan uang tunai untuk membeli barang kebutuhan. Kenaikan ini juga akan menyulitkan perusahaan. Pemerintah bermaksud untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana semua sektor ekonomi berkontribusi secara proporsional, dengan memasukkan sektor ekonomi digital yang berkembang pesat.

Selain itu, tarif PPN 12% dimaksudkan agar sejalan dengan norma-norma internasional, yang memungkinkan Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain dalam hal perpajakan. Pengembangan layanan publik dan infrastruktur yang membutuhkan pendanaan jangka panjang adalah tujuan lain dari program ini.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti pelatihan pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti pelatihan pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Mobil Listrik dan Hybrid Dapat Insentif Pajak di Tahun 2025: Bagaimana Detailnya?

Mobil Listrik dan Hybrid Dapat Insentif Pajak di Tahun 2025: Bagaimana Detailnya?

Brevet Pajak – Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia akan semakin serius dalam mendukung pengembangan kendaraan ramah lingkungan, terutama mobil listrik dan hybrid. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah pemberian insentif pajak untuk kendaraan ini. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menurunkan emisi karbon tetapi juga untuk mendorong adopsi kendaraan berbasis listrik di kalangan masyarakat dan industri otomotif dalam negeri.

Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia tidak hanya menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, tetapi juga mengumumkan kebijakan yang menggembirakan bagi calon pembeli kendaraan ramah lingkungan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, insentif perpajakan terhadap mobil listrik dan hybrid akan kembali diberikan untuk mendorong percepatan adopsi kendaraan ramah lingkungan. Hal itu disampaikannya saat konferensi pers rencana pemulihan ekonomi menuju kesejahteraan, Senin (16/12).

Insentif pajak yang diberikan pemerintah mencakup berbagai aspek, mulai dari pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hingga insentif untuk komponen impor. Salah satu insentif utama adalah PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10% untuk kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB) yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%. Dengan adanya insentif ini, konsumen dapat membeli mobil listrik dengan harga yang lebih kompetitif, mendorong pasar untuk beralih dari kendaraan berbasis bahan bakar fosil ke kendaraan listrik.

Selain itu, kendaraan listrik yang memiliki TKDN antara 20% hingga kurang dari 40% juga akan mendapatkan insentif berupa PPN DTP sebesar 5%. Insentif ini memberikan dorongan kepada produsen otomotif untuk meningkatkan investasi dalam teknologi kendaraan listrik lokal. Hal ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, termasuk produksi baterai, motor listrik, dan infrastruktur pendukung lainnya.

Tidak hanya kendaraan listrik berbasis baterai, mobil hybrid juga akan mendapatkan insentif berupa PPnBM DTP sebesar 3%. Kendaraan hybrid yang menggabungkan mesin pembakaran internal dan motor listrik dianggap sebagai solusi transisi yang ideal menuju era kendaraan listrik penuh. Insentif ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing mobil hybrid di pasar dan menjadi alternatif bagi konsumen yang masih mempertimbangkan keterbatasan infrastruktur pengisian daya listrik.

Selain insentif dalam bentuk pajak, pemerintah juga memberikan kemudahan lain, seperti pembebasan bea masuk untuk kendaraan listrik impor secara utuh (completely built-up/CBU). Langkah ini memberikan peluang bagi produsen global untuk membawa teknologi terbaru mereka ke Indonesia sambil mendorong industri lokal untuk bersaing di pasar internasional.

Baca Juga: Daftar Makanan yang Terkena Pajak 12% Tahun 2025

Kebijakan ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dan mendukung target nol emisi (net zero emission) pada tahun 2060. Dengan meningkatnya adopsi kendaraan listrik dan hybrid, sektor transportasi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi yang lebih bersih.

Industri otomotif global merespons kebijakan ini dengan positif. Beberapa produsen besar, seperti BYD, Citroen, dan GAC Aion, telah menyatakan komitmen untuk berinvestasi di Indonesia. Mereka berencana membangun pabrik produksi kendaraan listrik lokal, yang tidak hanya memperkuat ekosistem kendaraan listrik tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia.

Secara keseluruhan, kebijakan insentif pajak tahun 2025 mencerminkan langkah besar pemerintah Indonesia dalam mendukung revolusi kendaraan listrik. Dengan harga yang lebih terjangkau dan ekosistem yang semakin berkembang, masyarakat diharapkan lebih tertarik untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan. Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga mendukung upaya perlindungan lingkungan demi masa depan yang lebih hijau.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Brevet Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Brevet Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Mengapa Bank Dunia Mengkritik Perpajakan Indonesia? Apakah Ada yang Salah?

Mengapa Bank Dunia Mengkritik Perpajakan Indonesia? Apakah Ada yang Salah?

Training Pajak – Indonesia berniat menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025. Pemerintah menerapkan kebijakan ini untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama dengan meningkatkan rasio pajak. Namun, sebuah penelitian Bank Dunia dan sejumlah komentator berpendapat bahwa keefektifan pendekatan ini masih diragukan karena rasio penerimaan pajak terhadap PDB Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Pengetahuan pajak seperti ini pastinya akan sangat penting Anda miliki, jika ingin mulai mendalami pekerjaan di dunia perpajakan. Namun, juga tidak kalah pentingnya untuk mengikuti training pajak.

Sebab, training pajak akan memberikan Anda begitu banyak materi seputar kebijakan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Menurut Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tujuan dari strategi kenaikan PPN adalah untuk menyeimbangkan nilai-nilai keadilan dan kerja sama. Hanya barang dan jasa kelas atas yang digunakan oleh orang kaya yang dikenakan tarif 12%. Namun, komoditas penting seperti biji-bijian, daging, telur, dan susu, serta layanan keuangan, medis, dan pendidikan, masih dibebaskan dari PPN. Minyak goreng dan tepung terigu termasuk di antara barang-barang yang akan terus dikenakan PPN 11%.

Kritik dari Bank Dunia: Rasio Pajak Indonesia Masih Rendah

Rasio pajak Indonesia, yang menunjukkan seberapa besar kontribusi penerimaan pajak terhadap PDB, masih jauh di bawah tingkat yang disarankan Bank Dunia, bahkan setelah kenaikan tarif PPN. Rasio pajak di Indonesia saat ini adalah sekitar 10,4%, jauh di bawah level 15% yang dianggap diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memerangi kemiskinan. Menurut penelitian Bank Dunia, kesenjangan dalam pengumpulan pajak adalah alasan rendahnya rasio pajak. Dengan selisih hampir 6 poin persentase jika dibandingkan dengan negara-negara lain, analisis ini menunjukkan bahwa potensi pajak Indonesia belum sepenuhnya digunakan. Bank Dunia mengaitkan hal ini dengan kompleksitas sistem perpajakan dan rendahnya efisiensi pengumpulan pajak.

Rasio Pajak dan Perbedaan dengan Negara Lain

Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, jika belanja pajak (subsidi dan pembebasan pajak) sebesar Rp445,5 triliun dioptimalkan, secara teoritis Indonesia seharusnya dapat mencapai rasio pajak sebesar 12,2% dari PDB. Namun, potensi ini tidak dapat dicapai karena undang-undang pembebasan pajak yang dirancang untuk meningkatkan ekonomi lokal.

Baca Juga: Daging Wagyu hingga Sekolah Internasional: Barang dan Jasa yang Kena PPN 12%

Menurut CNBC Indonesia, sejumlah negara dengan ekonomi yang sebanding, termasuk Filipina, Afrika Selatan, dan Brasil, memiliki rasio pajak yang lebih besar dan selisih positif antara rasio penerimaan pajak dan tarif PPN.  Efisiensi sistem perpajakan mereka dalam menghasilkan uang negara ditunjukkan oleh delta positif ini. Indonesia, di sisi lain, memiliki delta negatif sebesar -0,6%, yang berarti bahwa tarif PPN melebihi kontribusi PDB dari pendapatan pajak.

Efisiensi PPN C Indonesia Jauh di Bawah Rata-Rata

Selain itu, penurunan C-Efisiensi-rasio penerimaan PPN terhadap konsumsi akhir-mencerminkan rendahnya kontribusi PPN terhadap penerimaan pajak. Selisih antara potensi dan realisasi penerimaan PPN meningkat seiring dengan penurunan angka ini. Selama epidemi Covid-19, Efisiensi-C Indonesia turun dari rata-rata 52,8% pada tahun 2016-2021 menjadi 44,5%. Daripada negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, perlu diketahui bahwa angka ini jauh lebih rendah. Penurunan ini menunjukkan bahwa sejumlah besar potensi pendapatan PPN belum digunakan secara maksimal, baik sebagai akibat dari prosedur pemungutan yang longgar atau pembebasan pajak.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti training pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti training pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Daftar Makanan yang Terkena Pajak 12% Tahun 2025

Daftar Makanan yang Terkena Pajak 12% Tahun 2025

Pelatihan Pajak – Pemerintah Indonesia berencana menerapkan kebijakan pajak 12% untuk beberapa jenis makanan tertentu pada tahun 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengatur pola konsumsi masyarakat. Pajak ini terutama ditargetkan pada makanan-makanan yang dianggap memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, atau yang termasuk dalam kategori barang mewah.

Berikut adalah daftar makanan yang diprediksi akan terkena pajak 12% dan alasan di balik penerapan kebijakan tersebut. Pemerintah dapat mengadakan pelatihan pajak untuk memberikan pemahaman mendalam kepada pelaku usaha terkait penerapan pajak 12 persen pada makanan tertentu yang akan berlaku pada tahun 2025, dengan fokus pada perhitungan pajak, pelaporan, dan kepatuhan terhadap regulasi terbaru.

Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Makanan cepat saji seperti burger, kentang goreng, dan ayam goreng sering kali dikritik karena kandungan lemak, garam, dan kalorinya yang tinggi. Pemerintah menilai bahwa konsumsi berlebihan makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Dengan dikenakannya pajak 12%, diharapkan masyarakat akan lebih selektif dalam mengonsumsinya, serta beralih ke pola makan yang lebih sehat.

Minuman Bersoda dan Manis

Minuman yang mengandung gula tinggi, seperti soda dan minuman energi, juga masuk dalam daftar makanan yang akan dikenakan pajak tambahan. Alasan utamanya adalah dampak kesehatan yang ditimbulkan, seperti obesitas dan diabetes tipe 2. Pajak ini bertujuan untuk menurunkan tingkat konsumsi gula di masyarakat dan mendorong produsen untuk menawarkan produk dengan kadar gula yang lebih rendah.

Cokelat dan Permen

Cokelat dan permen merupakan produk yang mengandung gula dalam jumlah besar. Meskipun digemari berbagai kalangan, konsumsi yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah kesehatan, terutama pada anak-anak. Dengan adanya pajak ini, pemerintah berharap masyarakat lebih sadar akan bahaya konsumsi gula berlebih.

Produk Makanan Olahan

Makanan olahan seperti sosis, nugget, dan daging kalengan juga termasuk dalam kategori ini. Produk-produk tersebut sering kali mengandung pengawet, garam, dan bahan tambahan lainnya yang berpotensi merugikan kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Penerapan pajak diharapkan mendorong masyarakat untuk lebih memilih makanan segar yang lebih bergizi.

Baca Juga: Bebas Pajak untuk Pekerja Sektor Padat Karya dengan Gaji Rp10 Juta: Apa Saja Rinciannya?

Makanan Impor Mewah

Makanan impor seperti keju premium, foie gras, atau daging wagyu juga akan dikenakan pajak 12%. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor serta mendorong konsumsi produk lokal yang tidak kalah kualitasnya. Selain itu, kebijakan ini juga berupaya mengendalikan konsumsi barang mewah yang dianggap kurang relevan bagi sebagian besar masyarakat.

Dampak Kebijakan Pajak 12%

Penerapan pajak ini diperkirakan akan membawa dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Di sisi positif, pajak ini dapat meningkatkan penerimaan negara yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan masyarakat. Selain itu, kebijakan ini juga dapat membantu mengendalikan konsumsi makanan tidak sehat, sehingga masyarakat menjadi lebih sehat secara keseluruhan. Namun, kebijakan ini juga menuai kritik. Beberapa pihak khawatir bahwa kenaikan harga makanan dapat membebani konsumen, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah diharapkan memberikan edukasi tentang pola makan sehat dan memperkenalkan subsidi bagi produk pangan lokal yang lebih sehat dan terjangkau.

Kebijakan pajak 12% pada tahun 2025 adalah langkah penting yang diambil pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan mandiri. Meski menuai pro dan kontra, penerapan pajak ini dapat menjadi momentum untuk mendorong masyarakat mengubah pola konsumsi menjadi lebih bijak. Dengan kerja sama dari berbagai pihak, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh lapisan masyarakat.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Pelatihan Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Pelatihan Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Daging Wagyu hingga Sekolah Internasional: Barang dan Jasa yang Kena PPN 12%

Daging Wagyu hingga Sekolah Internasional: Barang dan Jasa yang Kena PPN 12%

Kursus pajak dapat menjadi penolong Anda yang ingin menguasai berbagai kebijakan pajak yang berlaku di Indonesia. Karena dari kurus pajak Anda akan mendapatkan berbagai materi tentang paraturan pajak. Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia secara resmi akan ditetapkan sebesar 12% oleh pemerintah. Kebijakan yang diterapkan secara selektif terhadap produk dan jasa mewah ini merupakan salah satu komponen strategi fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kelompok masyarakat dengan pengeluaran tertinggi-desil 9 dan 10-menjadi target penerapan PPN 12% karena mereka dianggap mampu membeli barang yang lebih mahal. Menurut Sri Mulyani, barang-barang kebutuhan pokok seperti daging dan biji-bijian dengan harga terjangkau akan dibebaskan dari PPN atau dikurangi harganya.

Namun, biaya penuh 12% akan berlaku untuk barang dan jasa premium, seperti makanan impor dan layanan khusus. Makanan Premium Dikenakan PPN (12%) Daftar komoditas yang akan dikenakan tarif 12% sekarang mencakup beberapa barang makanan mewah yang sebelumnya dibebaskan dari PPN. Produk daging sapi premium seperti wagyu dan kobe adalah salah satu contohnya. Daging jenis ini biasanya dijual dengan harga antara Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per kilogram. Pendekatan ini memastikan bahwa barang-barang mahal dikenakan pajak secara adil tanpa membebani masyarakat umum, yang membeli daging dengan harga antara Rp150.000 dan Rp200.000 per kilogram. Daftar barang yang dikenai PPN 12% juga mencakup sejumlah produk kuliner lain selain daging sapi premium.

Contohnya:

  • Beras premium adalah jenis beras dengan kualitas unggul dan harganya jauh lebih mahal daripada beras biasa.
  • Buah-buahan premium: Buah-buahan impor yang mahal, seperti alpukat impor, anggur premium, dan ceri.
  • Ikan premium: Biasanya dikonsumsi oleh kelas menengah ke atas, kategori ini mencakup kepiting raja, salmon, dan tuna premium.
  • Krustasea dan udang premium: Misalnya udang galah dan lobster.

Diharapkan bahwa pendekatan ini akan mengurangi ketidakadilan beban pajak sekaligus memberikan kontribusi yang substansial terhadap pendapatan pajak negara.

  • PPN sebesar 12% juga diterapkan untuk layanan mewah: Biaya PPN 12% juga akan berlaku untuk beberapa layanan selain produk. Strategi ini menargetkan layanan yang dianggap eksklusif atau mewah. Berikut ini adalah beberapa contoh layanan yang akan dikenakan tarif PPN penuh:
  • Pendidikan internasional: Umumnya sekolah-sekolah berstandar internasional yang mahal.
  • Layanan kesehatan VIP: pusat kesehatan kelas atas yang menawarkan perawatan khusus untuk pasien dengan kualitas terbaik.
  • Listrik premium: Kategori ini juga mencakup rumah tangga dengan daya energi 3.500-6.600 VA.

Baca Juga: Gaji 10 Juta untuk Sektor Padat Karya, Tapi Dapat Insentif di Tahun 2025?

Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa untuk mencegah kebijakan ini membebani daerah-daerah berpendapatan rendah, layanan-layanan penting seperti rumah sakit umum dan pendidikan reguler harus tetap bebas PPN.

Mengapa PPN sebesar 12%?

Tindakan ini diambil pemerintah untuk menjamin penerimaan pajak yang lebih adil dan berimbang. Sri Mulyani menjelaskan bahwa hanya barang dan jasa yang digunakan oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial yang lebih besar yang akan dikenakan PPN 12%. Pendekatan ini konsisten dengan prinsip-prinsip kebijakan pajak yaitu keadilan dan gotong royong.

Inisiatif pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak, mengurangi ketergantungan pada pendapatan dari industri tertentu, dan memperluas basis pajak juga termasuk dalam strategi ini. Dengan rasio pajak saat ini sekitar 10,4% dari PDB, Indonesia masih jauh dari standar internasional. Program ini diantisipasi akan menghasilkan peningkatan rasio pajak yang cukup besar.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Kursus pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Kursus pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Bebas Pajak untuk Pekerja Sektor Padat Karya dengan Gaji Rp10 Juta: Apa Saja Rinciannya?

Bebas Pajak untuk Pekerja Sektor Padat Karya dengan Gaji Rp10 Juta: Apa Saja Rinciannya?

Pelatihan Pajak – Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pekerja di sektor padat karya. Salah satu kebijakan terbaru yang menjadi sorotan adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Kebijakan ini diyakini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan daya beli masyarakat. Berikut adalah rincian dari kebijakan tersebut.

Apa itu Sektor Padat Karya?

Sektor padat karya adalah sektor ekonomi yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menjalankan proses produksinya. Contohnya adalah industri tekstil, garmen, sepatu, furnitur, dan sektor manufaktur lainnya. Perusahaan di sektor ini biasanya memiliki tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan sebagian besar pekerjanya berada pada tingkat penghasilan menengah ke bawah. Tujuan utama dari kebijakan pembebasan pajak ini adalah untuk meringankan beban pekerja dan mendukung keberlangsungan sektor padat karya, yang sering menjadi tulang punggung ekonomi nasional dan berkontribusi besar dalam ekspor.

Rincian Kebijakan Bebas Pajak

Menurut aturan yang berlaku, batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) di Indonesia saat ini adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Artinya, pekerja dengan penghasilan di bawah batas tersebut tidak wajib membayar pajak penghasilan. Dengan kebijakan baru ini, batas PTKP untuk pekerja di sektor padat karya dinaikkan menjadi Rp120 juta per tahun atau Rp10 juta per bulan. Artinya, pekerja di sektor ini yang memiliki penghasilan hingga Rp10 juta per bulan tidak lagi dikenai pajak penghasilan. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang lebih besar bagi pekerja untuk menggunakan pendapatannya, baik untuk kebutuhan sehari-hari, menabung, atau investasi.

Dampak Positif Kebijakan

Peningkatan Daya Beli

Dengan penghapusan pajak penghasilan, pekerja memiliki penghasilan yang lebih besar untuk digunakan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di kalangan pekerja sektor padat karya, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dukungan bagi Industri Padat Karya

Dengan pengurangan beban pajak, pekerja di sektor ini akan lebih termotivasi dan produktif. Di sisi lain, perusahaan di sektor padat karya juga diuntungkan karena mereka dapat menjaga stabilitas tenaga kerja dan mengurangi potensi konflik terkait upah.

Baca Juga: Dampak Melemahnya Rupiah terhadap Perpajakan di Indonesia

Stimulus Ekonomi

Pembebasan pajak ini juga menjadi bagian dari stimulus ekonomi, terutama dalam rangka pemulihan pasca-pandemi. Dengan memberikan lebih banyak uang di tangan masyarakat, konsumsi domestik diharapkan dapat meningkat.

Tantangan dan Kritik

Namun, kebijakan ini juga menghadapi tantangan. Salah satunya adalah potensi berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak. Meski begitu, pemerintah optimistis bahwa efek domino dari peningkatan daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi akan mampu mengompensasi potensi penurunan tersebut. Selain itu, pengawasan terhadap implementasi kebijakan ini menjadi hal yang penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa hanya pekerja yang benar-benar bekerja di sektor padat karya yang mendapatkan manfaat dari pembebasan pajak ini.

Kebijakan pembebasan pajak penghasilan bagi pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta adalah langkah strategis yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat pekerja. Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada pekerja, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Dengan implementasi yang tepat dan pengawasan yang baik, kebijakan ini diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pekerja di sektor padat karya serta mendorong daya saing industri dalam negeri.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti Training Pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti Training Pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.