Benarkah Insentif Pajak Mengalami Penurunan dalam Rancangan APBN 2025?

Benarkah Insentif Pajak Mengalami Penurunan dalam Rancangan APBN 2025?

Brevet Pajak – Sebagai seseorang yang bercita-cita bekerja pada perusahaan, pastinya saat ini akan dilihat dari seberapa banyak calon pekerja menguasai bidang-bidang tertentu. Salah satu bidang yang wajib dikuasai adalah perpajakan. Anda bisa mengikuti brevet pajak untuk menguasai kebijakan-kebijakan pajak. Bahkan nantinya Anda juga akan memperoleh sertifikat brevet pajak setelah mengikutinya. Sehingga, tentu saja lebih baik untuk tidak ketinggalan berita perpajakan saat ini. Pemerintah Indonesia berniat untuk menurunkan nilai subsidi pajak yang ditanggung pemerintah (DTP) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Insentif pajak yang dicanangkan adalah sejumlah Rp8,2 triliun, yang mana lebih rendah dari insentif yang dialokasikan di tahun 2024, yaitu Rp8,31 triliun. Pemotongan ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi fiskal sambil terus membantu beberapa sektor ekonomi yang penting secara strategis. Strategi ini, yang memberikan keuntungan pajak kepada industri dengan potensi signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional, diadopsi dengan tujuan untuk menyesuaikan kebutuhan belanja negara.

Penekanan Pemerintah pada Sektor Industri Utama

Pemerintah berharap keringanan pajak ini akan terus memberikan dampak yang sebesar-besarnya, terutama dalam meningkatkan investasi dan daya saing sektor industri. Beberapa industri tertentu diberikan preferensi dalam pemberian subsidi pajak karena dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Seperti halnya subsidi diberikan untuk mendorong penerbitan obligasi valas atau valuta asing, yang bisa membantu pendanaan berbagai proyek penting. Pemerintah menawarkan insentif keuangan dalam bentuk Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) untuk industri panas bumi dan penjualan surat utang pemerintah di pasar luar negeri sebagai bagian dari upaya untuk mendorong energi terbarukan.

Pengurangan Insentif: Mendukung Optimalisasi atau Efisiensi Fiskal?

Walaupun jumlah insentif pajak telah dikurangi, pemerintah masih yakin bahwa insentif yang ditawarkan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di berbagai bidang yang diprioritaskan. Insentif-insentif ini akan diberikan secara hati-hati, menurut Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dalam sebuah diskusi dengan Badan Anggaran DPR. Memastikan bahwa subsidi benar-benar memberikan dampak yang besar pada ekspansi sektor-sektor strategis adalah tujuan utamanya.

Upaya Pemerintah untuk mencapai keseimbangan antara tanggung jawab fiskal dan pengelolaan anggaran negara yang efektif dianggap mencakup penurunan subsidi pajak. Subsidi ini diantisipasi akan lebih berhasil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi karena akan lebih terkonsentrasi pada sektor-sektor prioritas.

Baca Juga: Penting NPWP Bagi Atlet yang Akan Ikuti PON! Jangan Sampai Gagal Proses Administrasi

Manfaat Pajak yang Termasuk dalam Subsidi Non-Energi

Subsidi pajak pemerintah digolongkan menjadi subsidi non-energi, dengan total alokasi anggaran dengan total R104 triliun dalam Rancangan APBN 2025. Realisasi subsidi non-energi ini meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dari Rp87,39 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp105,29 triliun pada tahun fiskal 2023. Diperkirakan jumlah subsidi ini akan mencapai Rp121,09 triliun pada tahun 2024. Kenaikan pajak dan subsidi non-energi lainnya menunjukkan dedikasi pemerintah untuk memperkuat sektor-sektor manufaktur utama dengan tetap menjaga tanggung jawab fiskal. Namun, pemerintah terus menyesuaikan berbagai hal agar subsidi benar-benar membantu dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi.

Peraturan yang Mengatur Manfaat Pajak Panas Bumi

Industri panas bumi merupakan salah satu bidang yang mendapat banyak perhatian dari program subsidi pajak. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 179/PMK.011/2013 mengatur subsidi pajak di industri ini dan menyatakan bahwa Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) untuk eksplorasi panas bumi digunakan untuk produksi listrik. Sesuai dengan peraturan tersebut, 34% dari pendapatan bersih perusahaan yang beroperasi di sektor panas bumi dikenakan pajak penghasilan oleh pemerintah.

Tujuan dari strategi ini adalah untuk menjaga iklim investasi yang menguntungkan bagi mereka yang tertarik pada pengembangan sumber daya panas bumi sekaligus memastikan pemerataan regional. Selain itu, strategi ini juga mendukung janji Indonesia untuk memperluas bauran energi negara dengan memasukkan lebih banyak energi terbarukan.

Untuk menjadi seorang ahli pajak, Anda harus memiliki pengetahuan mendalam terkait pajak. Dan salah satunya adalah dengan mengikuti brevet pajak. Tax Academy adalah tempat yang tepat untuk Anda memulainya. Karena di tempat ini merupakan langkah tangga pertama kesuksesan Anda sebagai seorang Expert di bidang industri perpajakan.

Tax Academy menawarkan metode pembelajaran yang mudah dan memiliki jaringan profesional. Beberapa metode tersebut diantaranya adalah Video Learning, Interactive Learning, dan juga Hybrid Learning. Akademi perpajakan yang satu ini dikelola oleh profesional dari WiN Partners yang mengelola berbagai bidang pajak dengan kantornya di Surakarta, Medan dan juga Batam. Hubungi kami sekarang juga untuk Anda yang ingin mengikuti brevet pajak dan menjadi Expert di bidang pajak.

Tags: No tags

Comments are closed.