Halo, sobat taxas! Yuk, kita bahas terkait PPh 23 yaa!
PPh Pasal 23 atau PPh 23 adalah salah satu jenis Pajak Penghasilan (PPH) Orang Pribadi di Indonesia. Singkatnya, PPh 23 adalah pajak yang dikenakan atas capital gain, bunga jasa, hadiah, bunga, dividen, royalti, atau hadiah dan pungutan, tidak termasuk yang dipotong menurut Pasal 21 PPh. PPh 23 ditahan oleh penerima penghasilan dalam bentuk dividen, bunga, royalti, sewa, dan pembayaran terkait jasa kepada wajib pajak dan bentuk usaha tetap.
Jenis pendapatan ini timbul dari transaksi antara pihak yang menghasilkan pendapatan dan pihak yang menerima pendapatan. Sebaliknya, subjek pajak PPh 23 mencakup penghasilan yang dibayarkan sebagai sewa kepada pihak lain atau rekanan, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta, seperti sewa kendaraan atau peralatan tata suara. Dalam hal ini, sewa tanah dan bangunan tidak termasuk dalam harga. PPh 23 juga berlaku untuk remunerasi sehubungan dengan jasa teknis, jasa manajemen dan jasa konsultasi, seperti jasa perbaikan, kebersihan dan katering.
Baca juga artikel : Tarif PPN Ada Kenaikan? Kok Bisa?
Direktorat Jenderal Pajak memberlakukan pajak umum sebesar 23 PPh yaitu 2 persen dikalikan jumlah bruto. Jumlah bruto adalah semua penghasilan yang dibayarkan, diperintahkan untuk dibayar atau dibayarkan. Jumlah bruto tidak berlaku atas penghasilan yang didapatkan dari jasa sehubungan catering, jasa yang bersifat final seperti jasa reimbursement, penyedia jasa kepada pihak ketiga dan hasil dari penggadaian barang atau material. Jumlah bruto yang dihitung adalah jumlah transaksi yang tidak membayar PPN. Berikut dua tarif yang berlaku dalam PPh pasal 23:
- Pajak PPh 23 sebesar 15% dikenakan atas penghasilan bunga, dividen, royalti dan sumbangan.
- Pada saat yang sama, pajak 23 PPh sebesar 2% dikenakan atas pendapatan jasa dan sewa. Jasa PPh 23 meliputi jasa teknis, jasa administrasi, jasa konstruksi, jasa konsultasi dan lain-lain dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 yang mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. WP (Wajib Pajak ) tanpa NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) akan dipotong 100% di atas tarif pajak PPh 23.
Meskipun PPh 23 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa bunga, royalti, sewa, jasa dan hadiah, selain yang dipotong dalam PPh 21, ada beberapa hal yang dikecualikan dari PPh 23 antara lain:
- Penghasilan yang mempunyai ikatan hutang dari bank.
- Sewa yang terkait dengan sewa yang dibuat dengan opsi saham.
- Dividen yang dihasilkan oleh PT (Perseroan Terbatas) yang berkedudukan di Indonesia dari dana manfaat sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi dan BUMN/BUMD.
- SHU Koperasi, yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
- Utang komersial dari jasa keuangan yang berfungsi sebagai saluran kredit atau pembiayaan.
Dalam pembayaran PPh 23, pemotong pajak membayar melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Departemen Perbendaharaan dan pembayaran PPh 23 jatuh tempo pada tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya, pada tanggal 25 September, pemotong pajak memotong 23 PPh dari pendapatan bunga dengan tarif 15 persen. Dalam hal ini pihak pemotongan membayar PPh 23 pada tanggal 10 Oktober.
Untuk membuktikan pemotongan PPh 23, pemotong pajak harus menerbitkan surat pemotongan atas nama wajib pajak dan melengkapi formulir e-filing pajak di OnlinePajak. Yaitu, bukti pemotongan pajak (salinan 1) dari wajib pajak dan bukti pemotongan pajak (salinan 2) dari orang yang membuat e-filing. Pada bulan September 2020 berlaku KEP-368/PJ/2020 yang didalamnya memuat kewajiban wajib pajak (wajib pajak) untuk membuktikan pemotongan pajak dan melaporkan SPT PPh Pasal 23/26 secara online melalui e-Bupot DGT.